Putu Felisia

Jumat, 14 Oktober 2022

Mengenali KDRT pada Perempuan

Pagi tadi, saya mendapat kabar kalau Lesti Kejora akhirnya mencabut laporan KDRT. Tentu saja, keputusan Lesti Kejora ini mendapat tanggapan positif maupun negatif. 


Saya sendiri sempat berpikir kalau Lesti Kejora ini masih cukup beruntung. Pasalnya, Lesti Kejora adalah seorang public figure yang memiliki banyak penggemar. Seandainya Lesti Kejora ibu rumah tangga biasa yang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga, mungkin, alih-alih didukung, malah yang ada orang-orang menyalahkan atau bilang kurang bersabar saja. Meski Kartini sudah berjuang sejak lama, tetap saja perempuan masih terkungkung saat ini.

 
Ya, bagaimana pun, kasus Lesti Kejora ini hanyalah puncak gunung es dari kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Kurangnya pemahaman terhadap kekerasan menyebabkan KDRT terhadap perempuan menjadi sesuatu yang diwajarkan.

 

KDRT

 

 

Sebenarnya, apa sih KDRT itu?

 

Komnas Perempuan menguraikan KDRT domestic violence merupakan kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah personal. Kekerasan ini banyak terjadi dalam hubungan relasi personal, dimana pelaku adalah orang yang dikenal baik dan dekat oleh korban, misalnya tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, kakek terhadap cucu. 

 

Mengupas perempuan dan kekerasan:

Novel Beranda Kenangan

 

Kekerasan ini dapat juga muncul dalam hubungan pacaran, atau dialami oleh orang yang bekerja membantu kerja-kerja rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Selain itu, KDRT juga dimaknai sebagai kekerasan terhadap perempuan oleh anggota keluarga yang memiliki hubungan darah.

 

KDRT




Menurut Kemenppa, KDRT bisa dibagi menjadi beberapa kelompok:

 
Kekerasan fisik, meliputi tindakan memukul, menampar, menendang, mendorong, mencengkram dengan keras pada tubuh pasangan dan serangkaian tindakan fisik lainnya.

Kekerasan emosional atau psikologis, bentuknya meliputi tindakan mengancam, memanggil dengan sebutan yang tidak pantas dan mempermalukan pasangan, menjelek-jelekan dan lainnya.

Kekerasan ekonomi, tindakannya berupa meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat maka tingkat kekerasan yg dialami perempuan semakin rendah.

Kekerasan seksual adalah tindakan memeluk, mencium, meraba hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual dibawah ancaman.

Kekerasan selanjutnya yaitu pembatasan aktivitas oleh pasangan, kekerasan ini banyak menghantui perempuan dalam kehidupan rumah tangganya, seperti pasangan yang terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam. 

 

KDRT

 


Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, Sabtu (1/10/2022) kemarin mengungkapkan: "Pada 2021, Komnas Perempuan menerima 2.527 kasus kekerasan di ranah rumah tangga/personal, dan kekerasan terhadap istri selalu menempati urutan pertama dari keseluruhan kasus KDRT/RP dan selalu berada di atas angka 70%.


KDRT pada perempuan tak jarang berimbas pada anak:

KDRT Mengubah Ibu jadi Monster


Kenapa Perempuan Terjebak dalam Siklus KDRT?

 

KDRT Lesti
Lesti Kejora mencabut laporannya, sumber: Kompas.com


Sejauh pengamatan saya, memang perempuan lebih rentan terjebak dalam siklus KDRT. Hal ini menurut saya terjadi karena beberapa faktor:

  • Perasaan perempuan lebih halus dan berharap orang lain bisa berubah.
  • Kasihan pada anak dan tidak ingin anak memiliki orang tua yang berpisah.
  • Adanya ketergantungan ekonomi.
  • Ajaran agama yang memperkuat paham patriarki seperti harus tunduk pada pasangan dan menerima KDRT sebagai ujian dan menambah pahala.
  • Tekanan dari masyarakat yang lebih sering menyalahkan pihak perempuan yang dinilai kurang mengalah, kurang sabar, hingga kurang oke melayani suami di ranjang.


Lalu, apakah korban KDRT memiliki hak tertentu?

 
Ternyata ada lho, Teman-teman. Sesuai dengan Pasal 10, UU PKDRT, maka korban KDRT memiliki hak sebagai korban, di antaranya:

  • perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
  • pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
  • penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.
  • pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  • pelayanan bimbingan rohani.


Dan ternyata, sebagai masyarakat, kita juga memiliki kewajiban melindungi korban KDRT, lho. Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:

 

  • mencegah berlangsungnya tindak pidana.
  • memberikan perlindungan kepada korban.
  • memberikan pertolongan darurat.
  • membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.


KDRT

 

Semoga artikel seputar KDRT tadi bisa bermanfaat bagi teman-teman, ya. Terutama bagi teman-teman yang memiliki saudari atau teman perempuan yang mengalami KDRT.

 

Referensi:

https://komnasperempuan.go.id/instrumen-modul-referensi-pemantauan-detail/menemukenali-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt
https://news.detik.com/berita/d-6322607/komnas-perempuan-kekerasan-terhadap-istri-urutan-pertama-di-kasus-kdrt/amp
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1742/perempuan-rentan-jadi-korban-kdrt-kenali-faktor-penyebabnya.%20Diakses%2020%20Maret%202018




Sang Penulis

Baca Juga

Komentar

17 komentar:

  1. Saya sebagai laki-laki mengutuk keras berbagai bentuk kekerasan apalagi dalam rumah tangga.

    BalasHapus
  2. Makasih sharingnya, jelas dan cukup detail terkait KDRT terutama perlindungan negara terhadap korban KDRT yg tertuang dalam undang-undang. Informasi ini bisa menjadi pegangan kita dalam membantu korban KDRT.

    BalasHapus
  3. Sayang sekali, ya, KDRT masih merajalela, sampai sekelas pasangan bucin nasional saja masih mengalami KDRT. Pelakunya mmg harus ditindak tegas.

    BalasHapus
  4. Aku kira kekerasan dalam rumah tangga itu hanya dari segi fisik saja, ternyata banyak selagi ya :(

    BalasHapus
  5. baru tahu ada kekerasan ekonomi dan kekerasan pembatasan aktivitas oleh pasangan. Ini cara penerapannya gimana ya? aktivitas seperti apa yang jika dihalangi akan masuk dalam ranah KDRT?
    Apakah jika seorang suami melarang istrinya beraktivitas karena alasan keamanan dan keselamatan bisa masuk kategori KDRT.
    semoga bisa mendapat jawabannya di artikel mendatang

    BalasHapus
  6. trust issue ku semakin meningkat :(

    BalasHapus
  7. Lepas dari pasangan yang melakukan KDRT menurut saya memang agak sulit terlebih sudah dalam hubungan pernikahan. KDRT adalah puncak dari perlakuan perlakuan tidak mengenakkan yang sudah dialami. Untuk lepas darinya butuh usaha dan keyakinan diri. Meski begitu, seharusnya korban mendapat pendampingan untuk melepaskan pelaku. Saya menolak keras kekerasan dalam bentuk apapun.

    BalasHapus
  8. Tidak ada toleransi sih terhadap bentuk kekerasan apapun terhadap perempuan, perempuan itu sudah sepantasnya menerima perlakuan yang baik oleh orang-orang di sekitarnya. Kurangnya kepedulian kita bahkan sering menganggap KDRT dalam rumah tangga adalah hal biasa, membuat para korban takut dan bingung untuk speak up

    BalasHapus
  9. KDRT kategori kekerasan ekonomi. Baru tahu kali ini, intinya pasangan yang tajir dimanfaatin duitnya gitu ya mbak? Atau gimana?
    Di daerahku kebanyakan suami menyuruh istrinya untuk menjadi TKI. Sedangkan dia leha-leha di rumah. Apa ini juga dikategorikan kekerasan ekonomi juga mbak?

    BalasHapus
  10. Apapun keputusan Lesti, kita sebagai sesama perempuan tentu mendoakan yang terbaik. Rasanya kalau masalah sudah diangkat di media dan diketahui publik malah jadi banyak suara dan menjadi runyam.

    Semoga Lesti dan Billar bisa kembali menemukan cinta mereka dan dijauhkan dari keburukan yang namanya kekerasan dalam bentuk apapun.

    BalasHapus
  11. Selalu heran melihat manusia yg tega melakukan kekerasan pada manusia lain dan bahkan yang disiksa adalah pasangan sendiri. Jadi letak bahagia nya dimana ya, trus gitu apa gak merasa bersalah.

    BalasHapus
  12. Waah ternyata kekerasan rumah tangga itu ga cuma dari segi fisik aja yaa, bahkan dalam segi ekonomi pun bisa termasuk kekerasan. Jelas sekali ka penjelasannya! Thanks ya sudah sharing

    BalasHapus
  13. menurut saya rumah tangga dijalankan oleh dua belah pihak, tidak hanya salah satu pihak, KDRT adalah salah satu bentuk tidak menghargai dan tidak memuliakan pasangan hidup

    BalasHapus
  14. Aku pernah mengalami ini, yg berujung pernikahan pertama gagal. Tapi memang bukan kdrt fisik Yaa, melainkan psikologis. Dan sama sakitnya. Harus aku akuin, kenapa banyak korban kdrt yg susah kliar dari lingkungan toxic begitu Krn memang berat utk lepas. Masih cinta, mikir dia bisa berubah, mikir nya itu dilakukan Krn si pelaku terlalu sayang makanya mengekang posesif dll. Krn aku pernah di sana, dan berfikir yg sama.

    Cuma aku beruntung Krn msh disupport keluarga dan sahabat. Dari mereka aku sadar kalo itu bukan hal yg sehat, malah secepat mungkin hrs kluar. Pelaku kdrt model begini susah utk tobat. Makanya aku berani utk milih cerai akhirnya.

    Semoga para korban yg masih blm bisa kluar dr lingkungan ga sehat kdrt, pada akhirnya bisa sadar untuk ga memberi celah atau maaf trus2an ke pelaku. Karena mereka kecil kemungkinan UTK berubah.

    BalasHapus
  15. KDRT memang selalu menjadi topik hangat untuk terus disuarakan.

    BalasHapus
  16. Korban sering disalahkan sebagai penyebab terjadinya KDRT, ini yang menjadi salah satu faktor banyak korban tidak mau melapor.

    BalasHapus
  17. Paling sebel dengan pelaku KDRT, pengen tak "Hih" rasanya.

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung ke blog ini. Mohon tidak mengcopas isi artikel tanpa izin. Jika berkenan, silakan tinggalkan komentar dengan sopan. Diharapkan untuk tidak mengirimkan link hidup dalam komentar. Terima kasih atas perhatiannya :)