Baru saja saya menonton film yang dibintangi Indro Warkop.
Judulnya: Komedi Modern Gokil. Film ini adalah film bioskop. Pemain-pemainnya
tampak menjanjikan. Jadi saya langsung saja menonton tanpa ada harapan apa-apa.
Entah saya yang baru ngeh,
atau memang eksploitasi perempuan semakin hari semakin parah. saya juga nggak
tahu.
Sebenarnya, apa yang saya lihat di film ini hanyalah
pengulangan dari apa yang terjadi di setiap film Warkop DKI.
Perempuan-perempuan seksi. Lagu-lagu lucu (yang untungnya, kali ini orisinil),
adegan-adegan slapstick, dan yang
pasti… ending tercebur di air. Kurang
apalagi, coba?
Film ini dibuka dengan kedatangan Boris dan Dodit
(diperankan oleh Boris Bokir dan Dodit Mulyanto) ke Jakarta. Dari nyari tempat
kost hingga akhirnya diterima menjadi detektif swasta. Lalu akhirnya terjerumus
dalam salah penyelidikan. Hingga membuat mereka menculik orang yang salah.
So far, idenya lumayan lah, ya. Akting Mas
Indro sendiri bisa dibilang terbukti keseniorannya. Maya Wulan sendiri sangat
berpengalaman memerankan istri yang berkuasa atas suami. Jadi chemistry di antara keduanya terbangun
dengan baik.
Kartika Putri sendiri bermain cukup lumayan. Meski agaknya,
yang diharapkan bukan akting, tapi seberapa hebat dirimu pamer bodi di film
ini.
Sebagai penonton dewasa, saya akui… saya sangat terganggu
dengan payudara yang sengaja dipertontonkan secara vulgar. Tujuannya apa?
Menarik penonton? Bagaimana kalau yang nonton bukan orang dewasa? Notabene di awal film ini tidak ada
tulisan merah besar bertuliskan FILM INI
UNTUK DEWASA.
Bahkan lagu soundtracknya juga terasa mengganggu. Okelah,
waktu opening lagu ini terdengar
lucu. Tapi waktu diputar lagi di satu adegan, saya langsung muak.
“Itu pepaya,” kata Boris sambil menunjuk dua perempuan
berbodi seksi.
“Itu pisang,” pandangan Dodit tertuju pada pisang yang
dimakan.”
“Itu jagung bakar,” kata Gun sambil memperhatikan cewek yang
nggak cantik.
Dari segi kualitas, film ini mungkin bisa dibilang cukup
oke. Minimal digarap dengan serius lah. Ada lift
yang pintunya banyak. Ada kereta kuda berbodi mobil. Niat lah yang bikin
film mengeluarkan modal bikin properti.
Tapi ya, itu…masalah utama dalam film ini adalah eksploitasi
perempuan yang ditampilkan secara berlebihan. Seolah perempuan itu hanya sekumpulan
payudara gadis seksi. Kenapa yang ini nggak diblur? Kan aneh… padahal sedikit pamer dada di televisi sudah di-blur habis-habisan. Bukannya ini
seharusnya sama aja sistemnya? Cuma beda tempat nonton doang. Kok lembaga sensor
film diam saja? Aneh banget, kan!
Ingatan saya akan film Warkop dulu, eksploitasinya nggak
sampai separah ini, deh… (maafkan kalau salah ingat. Maklum zaman Warkop jaya,
saya masih kecil). Kalau dulu, paling tahunya, oh… artisnya cantik. Artisnya
seksi. Kalau sekarang? Sorotan kamera tanpa malu-malu merekam bagian payudara.
Penulis skrip tanpa segan memasukkan adegan es krim jatuh ke payudara salah
satu pemain.
Inikah wajah Indonesia sekarang? Orang-orang yang seolah
bersih di depan, tapi busuk di belakang? Bukankah ini namanya munafik? Ketika
di mana-mana digembar-gemborkan aksi anti pornografi. Ketika semua perempuan di
layar televisi wajib menutup aurat, atau tubuhnya diblur
begitu saja?
Ketika para orang tua atau anak remaja yang masih belajar seks pergi ke bioskop, lalu mendapat tontonan seperti ini?
Ketika para orang tua atau anak remaja yang masih belajar seks pergi ke bioskop, lalu mendapat tontonan seperti ini?
Yang jelas, saya sangat prihatin dengan kondisi ini. Entah
di masa depan bagaimana perlakuan masyarakat terhadap kaum perempuan. Apakah
sebagai istri, ibu, ataukah sekadar BUAH
PEPAYA.
sedih lihatnya mbak, :(
BalasHapus