Putu Felisia

Kamis, 31 Agustus 2017

Dongeng - Pengampunan Raja

Sebuah pengampunan bisa berpengaruh besar. Dongeng di bawah terinspirasi dari hal tersebut...

***



Raja sakit. Seluruh kerajaan berduka. Ratu memanggil banyak tabib. Akan tetapi, tidak seorang pun bisa menyembuhkan Sang Raja.

Hingga suatu hari,  datanglah seorang tabib pengelana. Dengan pengetahuannya, dia mengobati banyak orang. Tak peduli kaya atau miskin. 

 Kepandaiannya menyebar ke seluruh kerajaan. Ratu pun akhirnya mendengar berita itu. Dia segera memerintahkan hulubalang untuk mencari sang tabib.

Rumah tabib ramai sekali. Hulubalang kesulitan masuk. Dia melambaikan tangan untuk menunjukkan tanda perintah kerajaan. Melihat tanda itu, asisten tabib segera menyilakan hulubalang masuk.

Sang Hulubalang kaget melihat betapa mudanya tabib itu. Dengan ramah, Sang Tabib menyapa hulubalang, “Ada keperluan apakah anda kemari, Pak Hulubalang?”

“Raja sakit sejak beberapa bulan lalu,” Hulubalang menjelaskan, “Bisakah tabib menolongnya?”

Mendengar raja sakit, Sang Tabib segera mengambil tas pengobatan. Dia membungkuk pada barisan di luar, “Maafkan saya,” kata Sang Tabib, “Hari ini saya ada keperluan penting. Mohon datang besok saja.”

Sang Tabib naik kereta bersama hulubalang. Sampai istana, Sang Tabib segera memeriksa raja. Rupanya, raja sakit pencernaan karena stress. Sang Tabib membuatkan resep. Dia juga meminta ratu untuk lebih sering mendengar curhat raja. Hal itu akan membantu menurunkan tekanan darah raja, kata Sang Tabib.

Tak lama, raja pun sembuh. Raja senang. Malam itu, raja mengadakan pesta. Raja mengundang tabib yang telah menolongnya. Terkejutlah ia, ketika melihat tabib itu begitu muda. Seumuran dengan putri sulungnya.
Raja menjamu tabib dan asisten tabib dengan jamuan istimewa. Tiba saatnya tabib memperkenalkan diri. Sang Tabib maju lalu membungkuk hormat. Semua orang terkagum-kagum. Bahkan Putri Raja tak bisa berhenti bertepuk tangan.

“Kupikir engkau seumuran dengan menteri senior,” kata raja, “Tapi tidak apa-apa. Kemarilah, aku ingin kau menjawab satu pertanyaanku. Kenapa kau bisa menguasai ilmu pengobatan setinggi ini?”

Sang Tabib tersenyum dan menjawab, “Sebenarnya, Yang Mulia-lah yang membuat saya bisa menjadi tabib andal.”

“Aku?” Raja kembali terkejut. Seluruh istana bingung dengan pernyataan Sang Tabib. Mereka memandang tabib itu penasaran.

“Benar, Yang Mulia. Kalau saja Yang Mulia tidak menghukum hamba, hamba tidak akan bisa menjadi tabib. Ingatkah Yang Mulia, hukuman apa itu?”

Kembali, raja dan seluruh istana kebingungan. Sang Tabib pun menceritakan masa lalunya.

“Dulu, hamba anak yang amat nakal. Ayah ibu dan saudara hamba tak pernah memerhatikan hamba. Karena itu, hamba mulai mencari perhatian.

Saat Yang Mulia lewat rumah hamba, hamba meneriaki Yang Mulia ‘Hidung Jambu’. Semua pengawal langsung menangkap hamba. Ibu hamba menampar hamba di depan Yang Mulia.”

Kini, raja mulai ingat akan apa yang diceritakan Sang Tabib. Dia ingat, saat itu ia sedang blusukan. Ada seorang anak yang mengatai hidungnya pesek dan besar seperti jambu. Semua orang berang saat itu. 

Sungguh tak sopan seorang rakyat kecil berani mengejek penguasa. Anak itu segera ditangkap. Menurut undang-undang kerajaan, lidah anak itu harus dipotong.

Raja ingat, saat itu keluarga anak itu lebih dulu menghajar dan mencaci maki. Mereka malu memiliki anak yang mencoreng nama baik keluarga. Mereka bahkan mengusulkan anak itu dihukum mati saja.

Namun saat itu, raja mendekati anak tadi. Dia membangkitkan anak itu hingga berdiri. Kemudian dengan lembut dia berkata, “Nak, aku percaya kau ini anak baik. Anak baik tidak menyakiti hati orang lain.”

Perkataan raja membuat semua orang terdiam. Raja berdeham dua kali. Lalu memerintahkan, “Aku setuju kalau perkataan anak ini tak sopan. Anak ini harus dihukum!” katanya tegas.

Semua orang menahan napas. Menunggu titah berikutnya. Tapi raja hanya tersenyum seraya berkata, “Anak ini harus membantu tabib istana selama tiga tahun.”

“Tapi, Yang Mulia—“ protes para pengawal.

“Anak ini masih kecil. Perjalanannya masih panjang,” raja berkata tenang, “Aku percaya, satu pengampunan akan membuatnya belajar banyak hal.”

 “Yang Mulia,” air mata Sang Tabib menitik, “Saat itu, pertama kalinya hamba mendengar ada yang bilang hamba ini anak baik. Hamba menyesal. Hamba mengingat perkataan Yang Mulia seumur hidup. Hamba juga berusaha belajar dari tabib istana. Hamba sungguh-sungguh ingin jadi anak baik yang menolong orang lain.”

Kini, semua orang menangis. Ternyata satu pengampunan sangat berarti. Perkataan raja juga membuat anak itu memiliki semangat untuk memiliki tujuan hidup. Membawa kebaikan bagi sesamanya.
 Foto dari Pixabay

Sang Penulis

Baca Juga

Komentar

Tidak ada komentar:

Terima kasih telah berkunjung ke blog ini. Mohon tidak mengcopas isi artikel tanpa izin. Jika berkenan, silakan tinggalkan komentar dengan sopan. Diharapkan untuk tidak mengirimkan link hidup dalam komentar. Terima kasih atas perhatiannya :)