Putu Felisia

Kamis, 18 April 2019

Beranda Kenangan: Mungkin Mereka Ada di Sekitar Kita


Yasmin:
“Minggu ini, tragedi 1998 telah 6 tahun berlalu. Sayangnya, hingga kini belum ada perkembangan mengenai penyelidikan ….”
Rasa sesak di dada nyaris membuatku pingsan. Tanganku yang memegang skrip kini gemetaran tanpa bisa dihentikan. Di antara sekian banyak berita, mengapa mereka harus memberiku berita ini untuk dibaca?
Sesuatu seakan meninju perutku. Mataku sejenak berkunang-kunang. Dalam hati, aku mulai meragukan apakah aku bisa melanjutkan audisi ini. Apakah seorang Yasmin Wongso memang layak berada di sini?

"Apakah korban rudapaksa layak mendapat masa depan?" ~ Yasmin
Gambar ilustrasi dari situs berbagi pixabay.com




Kegundahan Yasmin ini menjadi pembuka dalam novel terbaru saya: Beranda Kenangan yang kini tayang di Cabaca. Pada dasarnya, kisah ini berpusat pada tokoh Yasmin Wongso, seorang penyintas Tragedi Mei 1998. Bukan sebuah rahasia lagi kalau tragedi ini merupakan tragedi kemanusiaan yang belum terselesaikan. Para korban tidak mendapat keadilan. Para pelakunya juga melenggang bebas, bahkan mungkin ada di antara kita saat ini.

Di Beranda Kenangan sendiri, saya sebenarnya mengangkat permasalahan yang memang ada di masyarakat, terutama permasalahan perempuan-perempuan di sekitar saya. Yasmin sebagai narator utama cerita ini saya pusatkan pada perjuangannya menghadapi trauma masa lalu dan bagaimana dia menghadapi ancaman dari seorang Gatot Trenggana—dalam hal ini, merupakan representasi pelaku perkosaan 1998 yang malah sukses menjadi politikus. Dengan kekuasaan dan jaringan penebar hoaksnya, dia berusaha menjatuhkan Sindoro, lelaki yang dekat dengan Yasmin.

Selain masalah tantangan yang dihadapi Yasmin, ada 2 masalah lain yang saya angkat dalam Beranda Kenangan ini. Komang—sepupu Yasmin menghadapi kekerasan verbal/emosional yang dianggap kewajaran di masyarakat. Dengan tekanan mental yang demikian kuat, dia justru dianggap lebay oleh keluarga suaminya. Masalah terakhir adalah masalah Arumi Rabi’ah/Ayu Wandira yang hidup di sebuah toxic family. Bagaimana pola asuh keluarga ini mempengaruhinya, bagaimana akhirnya dia bisa keluar dari toxic family ini, semua dijelaskan di novel ini.

Meski semua permasalahan dalam Beranda Kenangan terlihat begitu pelik, akhirnya masalah itu bisa terurai dalam satu cerita utuh. Saya harus berterima kasih kepada Mbak Fatimah Azzahrah dan Mbak Citra yang setia mengawal cerita ini dari awal.

Untuk pembaca yang suka novel-novel yang mengangkat masalah-masalah nyata di sekitar kita, Beranda Kenangan layak sekali untuk dikoleksi. Apalagi, novel ini bisa diakses GRATIS di aplikasi/situs Cabaca. Kalau kalian memberi rating atau komentar, kalian bisa mendapatkan kerang gratis, lho. Kerang-kerang ini nantinya bisa dipergunakan membaca cerita-cerita berbayar di Cabaca.id.

So, langsung aja, baca Beranda Kenangan. Ditunggu komentar dan ratingnya, lho ;)







  


Sang Penulis

Baca Juga

Komentar

Tidak ada komentar:

Terima kasih telah berkunjung ke blog ini. Mohon tidak mengcopas isi artikel tanpa izin. Jika berkenan, silakan tinggalkan komentar dengan sopan. Diharapkan untuk tidak mengirimkan link hidup dalam komentar. Terima kasih atas perhatiannya :)