Pelajaran tentang memaafkan bukanlah hal yang mudah. Setiap orang memiliki pergumulan dan hantu masa lalu. Sering kali, kita bahkan tidak sadar apakah kita sudah berdamai dengan diri sendiri atau belum.
![]() |
Sudahkah Anda memaafkan diri sendiri? Foto: Pixabay. |
Pada dasarnya, semua
orang memiliki sifat sulit memaafkan. Karena ini pula muncul ungkapan: forgiven but not forgotten. Jadi, meski
mulut mengatakan sudah memaafkan, bisa jadi dalam hati masih ada kemarahan yang
berkumpul dan siap-siap untuk erupsi.
Yang lebih buruk, sifat
sulit memaafkan ini juga berlaku untuk diri sendiri. Tak jarang, kita semua
memiliki kebiasaan menyalahkan diri sendiri secara terus menerus. Terus
menyalahkan diri sendiri ini lama-kelamaan bisa membentuk karakter rendah diri
dan menimbulkan perasaan depresi.
Farah (bukan nama
sebenarnya), seorang penyintas depresi mengaku kalau sifat menghakimi diri
sendiri ini sudah timbul sedari dia kecil. Dia dibesarkan dalam lingkungan
penuh tekanan. Ibu dan ayahnya menuntut Farah menjadi sempurna, dan kerap
membanding-bandingkan Farah dengan anak lain. Di sekolah pun, Farah kerap diejek,
dirundung, dan dipermainkan.
Jadi, sedari kecil, Farah
kerap disalahkan dan menanggung kesalahan yang tidak dia perbuat. Di rumah, dia
harus bertanggung jawab memperbaiki kesalahan saudaranya. Di sekolah, Farah
ikut dihukum saat teman-teman sekelasnya ribut.
Baik di rumah, maupun
di sekolah, Farah sudah biasa dimarahi dan disalahkan. Mulanya, Farah merasa
ini semua tidak adil. Dia memberontak dan melawan. Tapi apa daya, semakin Farah
memberontak dan melawan, maka penindasan lebih parah akan dia alami.
![]() |
"Semua salahmu!" Foto: Pixabay. |
Ketika menikah pun, Farah
kembali dituntut jadi sempurna. Kali ini, kesalahan Farah menjadi bahan gosip
keluarga besar dan diadukan ke suaminya. Sayangnya, sekuat apapun Farah
mencoba, Farah tidak dapat menjadi sempurna sesuai apa yang keluarga besarnya
harapkan. Setiap kali suaminya selesai berbicara dengan saudaranya, sang suami
akan mengomeli Farah. Terus menerus begitu, hingga Farah merasa kalau di
manapun dia berada, dia akan tetap orang yang buruk.
Farah pun menjadi
sangat minder dan selalu menaruh curiga terhadap semua orang. Dia takut membuat
kesalahan lalu disalahkan. Sedang mau mengeluh pada orang tua kandungnya pun,
dia pasti dimarahi. Dia pun terus menerus menyalahkan diri sendiri karena tidak
sanggup menyamai kesempurnaan orang-orang di sekitar. Dia merasa buruk tiap
kali gagal melakukan sesuatu. Dia merasa tidak berharga.
Dan puncaknya, Farah
menjadi depresi dan membenci dirinya sendiri. Dia mengutuk keberadaannya di
dunia ini. Dia ingin menghilang, karena toh tak ada gunanya dia ada di dunia
yang selalu menyalahkannya.
![]() |
"Apakah saya layak hidup di dunia ini?' Foto: Pixabay. |
Seorang psikolog
mengatakan kalau ada tipe orang yang selalu menjadi keset. Secara tak sadar,
sikap dan tingkah laku orang ini memancing orang lain untuk segera
menginjak-injak. Farah adalah tipe orang yang seperti itu. Karakter rendah diri
dan kebiasaan menyalahkan diri sendiri menjadi pemicu orang lain untuk segera
menindas Farah.
Lalu apa yang harus
dilakukan?
Faktanya, lingkungan
tidak akan berubah. Sikap orang-orang akan tetap sama. Kita tidak bisa mengubah
sifat orang. Kita pun tidak bisa mengharapkan perlakuan orang akan berbeda.
Para pendakwa akan tetap ada. Para penggosip akan terus bergosip. Dan
masyarakat akan terus memiliki standar kesempurnaan menurut ukuran mereka.
Namun, kabar baiknya,
kita bisa mengubah sikap dan pemikiran kita. Kita dapat memilih apakah akan
terus menerus menghakimi diri sendiri, atau mulai belajar memberikan self forgiveness.
Farah berkata, sejak
kecil dia memang tidak disukai karena dia merupakan anak perempuan, bukan anak
laki-laki. Namun, memilih kelahiran dan jenis kelamin sendiri bukanlah kuasa
Farah. Jadi, Farah belajar untuk memaafkan kelahiran dan keberadaannya. Dari
sini, kapabilitas untuk mengampuni hal-hal lain menjadi lebih mudah untuk Farah lakukan. Farah mulai belajar mengampuni
dirinya yang hanya manusia biasa. Dia belajar menerima kalau dirinya tidak
mampu menjadi sempurna sesuai standar masyarakat. Setiap kali dia disalahkan,
dia akan berkata, “Tidak apa-apa, Farah. Lain kali kita coba dengan lebih baik
lagi, ya.”
Dan Farah sadar, Farah
tidak akan mampu menjadi seseorang yang diharapkan oleh orang tua, suami,
maupun lingkungannya.
Yang bisa dia lakukan
hanyalah berusaha menjadi versi terbaik
dirinya sendiri.
Ini tidak mudah dan memerlukan proses panjang.
Akan tetapi, hal ini masih mungkin untuk dilakukan. Kita tidak bisa mencegah
orang lain mengatakan hal yang menyakiti kita. Namun, kita masih bisa memilih
apakah akan mengizinkan diri kita disakiti oleh ucapan itu.
Kritik memang baik,
akan tetapi kalau bersifat membangun dan menasihati. Bukan menghancurkan,
apalagi membunuh karakter dan citra diri.
Karakter kita masih
bisa berubah menjadi lebih baik. Memaafkan diri sendiri adalah awal terbaik
untuk memulai perubahan. Kembali, ini bukan sesuatu yang gampang. Namun, dengan
bantuan-Nya … kita akan mengingat kalau kita semua ini berharga dan memiliki
tujuan masing-masing di dunia.
![]() |
Menjadi versi terbaik diri sendiri adalah pilihan terbaik. Karena hidup hanya sekali. Jangan sampai ada penyesalan! Foto: Pixabay |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar