Jika anda dihadapkan antara dua pilihan: KEBAHAGIAAN dan
PENDERITAAN, yang mana yang akan anda pilih?
Hidup adalah penderitaan. Doktrin ini sudah dipercaya dalam
keluarga saya secara turun temurun. Sudah dari kecil, saya akrab dengan segala
macam kisah tentang penderitaan. Baik itu penderitaan hidup, penderitaan di
neraka, penderitaan bereinkarnasi, dan sebagainya.
Intinya, dari kecil saya percaya kalau kita hidup itu buat
bayar hutang. Yang namanya bayar hutang, ya pasti kudu nrimo dan legowo. Dalam
kehidupan ini, kita harus menabung pahala sebanyak-banyaknya, jadi nggak
terlalu susah di neraka nanti. Terus berharap aja kalau kelahiran berikutnya bisa
lahir dalam keluarga kaya raya dan bisa hepi-hepi terus, wkwkwk…
Jadi sebenarnya, saya sudah kenyang dijejali segala macam
pengertian penderitaan. Oke, bisa dibilang, keluarga saya tipe keluarga
Tionghoa kolot yang masih suka bakarin duit-duitan dan percaya kalau hal itu
bisa membawa keberuntungan. Meski terlihat konyol, tradisi ini merupakan salah
satu bentuk pengharapan kalau keberuntungan bisa membawa kami keluar dari semua
masalah. Yah, meski dalam praktiknya, lagi-lagi saya dihadapkan dengan
orang-orang yang makin meyakinkan kalau hidup menderita itu sangat wajar. Cuma
keberuntungan yang bisa membuat kita keluar dari kehidupan seperti ini. Bebas
dari penderitaan dan jadi BAHAGIA, tentunya.
Keluarga saya termasuk pekerja keras. Namanya Orang Tionghoa
zaman dulu, biasalah… punya anak banyak terus dititip sana sini. Kalau hoki, ya…
diperlakukan baik. Kalau apes, ya… jadi tenaga kerja gratisan. Kerja kuli,
makan pas-pasan.
Sayang, kebanyakan dari keluarga memang tumbuh dalam
kesengsaraan bahkan kemiskinan. Hingga usia tua, mereka menjadi pribadi yang
bisa dibilang workaholic, skeptis,
dan antipati. Tidak ada usia pensiun bagi mereka. Bahkan ada jargon ngetop
keluarga, “Kita cuma bisa mengaso dalam kuburan”.
Apa yang bisa mereka lakukan dalam kehidupan yang keras
seperti itu? Jawabannya hanya satu: mengeluh.
Jadi satu-satunya hiburan bagi keluarga saya, ya… cuma itu.
Kumpul-kumpul nyalahin ini. Nyalahin itu. Nyalahin nasib. Nyalahin presiden.
Nyalahin micin… :v Ok, Fel. Cukup :v
Saya sendiri kadang kumat 4l4y bin lebaynya, apalagi kalau
menjelang dapat tamu bulanan :3 *uhuk*. Ya, gimana lagi… kebiasaan :v Tahunya cuma
begitu :v Dan memang diajarin kalau ngomel-ngomel bisa bikin hati lega. Kalau
semua emosi negatif disimpan, bisa merusak pikiran. Jadi lebih baik
dikeluarkan… ngomel sana-sini. Marah-marah sana-sini.
Saya pernah ngebayangin kalau saya jadi nenek-nenek keriput
yang masih potong bambu sambil ngomel-ngomel nanya kapan saya masuk peti mati.
Saya juga pernah ngebayangin nanti tua saya akan mati tergeletak di pinggir
jalan, sementara mayat saya dikerubungi lalat. Lalu ada yang menemukan dan
mayat saya dijadikan bahan praktik mahasiswa kedokteran, soalnya nggak ada yang
mengenali.
Ya, kalau menilik definisi hidup adalah penderitaan, maka
itu adalah hal yang wajar. Terus lebih wajar lagi habis itu, dibakar di neraka,
terus reinkarnasi lagi. Sampai bisa mencapai kesempurnaan dan bebas dari semua
penderitaan.
Hiks.
Makanya, saya dulu cuma bisa ketawa kalau orang cerita
tentang hukuman di neraka. Biasa aja, kaliii… wajar itu wajar :v Mau ngomongin
surga? Hayuk aja. Masalahnya saya belum mati-mati ini. Mau dong masuk surga
sekarang juga. Habis hidup udah amburadul gini. Mau banget mati sekarang terus
masuk surga sekarang. Kelamaan hidup capek, Gan.
Syukurnya, nih… saya udah bertobat mikirin hal-hal di atas
itu. Meski kayaknya nggak mungkin keluar dari lingkaran menyesakkan itu, saya
sudah keluar. Sungguh Puji Tuhan. Tanpa saya sadari, keberuntungan yang saya
cari-cari ternyata dekat sekali. Jawaban dari semua permasalahan pelik itu
ternyata sangat sederhana, yakni hadirat Tuhan.
Saya nggak mau bicara terlalu teoritis, tapi saya bersyukur,
menemukan pengharapan baru justru di dalam Tuhan. Dulu, ada malam-malam di mana
saya merasa sesak. Saat itu, saya selalu membaca ayat kalau wajar mengalami
usia tua, wajar mengalami sakit dan kematian, wajar kalau ditinggalkan
orang-orang yang dicintai… Itu sangat tidak menghibur buat saya. Dan saya tidak
dapat apa-apa selain stress dan depresi.
Tapi kemudian, saya mendapat kesempatan membaca tentang
penyertaan Tuhan dalam hidup. Bagaimana ternyata, sedari awal Tuhan
merancangkan sesuatu yang baik. Tuhan tidak pernah memberi roh-roh ketakutan. Dalam
Tuhan, ada kepastian.
Inilah pengharapan itu.
Saya memiliki satu quotes
favorit dari kakak rohani saya, “Sukacita itu pilihan”. Jadi sebenarnya, setiap
dari kita memiliki hak untuk memilih. Permasalahannya adalah, apakah kita mau
memilih atau tidak.
Saat ini, saya tidak membicarakan soal agama, atau ajaran
manusiawi lain. Yang saya bicarakan hanyalah sebuah masalah yang amat pribadi.
Soal hubungan vertikal. Soal sebuah hubungan yang bisa mengubah hidup dan
membalikkan keadaan.
Semua ini dulunya saya mulai dalam satu keputusan. Keputusan
untuk mencari Tuhan. Di mana pun Dia berada.
Dan pandangan saya pun berubah. Dari memandang hidup sebagai
sarana pembayaran hutang, kini saya berpikir kalau hidup adalah sebuah
perjuangan dalam mencapai satu kemenangan. Alih-alih nrimo dan legowo nunggu
mati lalu masuk surga/neraka, saya memutuskan mengubah arah hidup. Saya
memohon, saya memohon, dan saya memohon… hanya agar saya melihat jalan yang
bisa membawa saya pada tujuan. Dan tujuan itu tak lain adalah kebahagiaan
selama-lamanya. Seperti yang diidam-idamkan banyak orang.
“Pertempuran terus berlangsung.
Sama seperti pertempuran dalam hati manusia. Kebaikan melawan kejahatan. Iman
memerangi pembisik jahat. Demikianlah dalam kehidupan, tanpa disadari semua
manusia melewati medan peperangannya sendiri. Hingga saatnya nanti, semua
manusia menerima kemenangan atau kekalahan. Surga atau neraka.
Semua hanya masalah pilihan.”
Warrior of Heaven – Epilog
Peperangan itu masih
berlangsung. Mungkin anda kini berada di dalamnya. Mungkin anda sedang dalam
pergumulan. Atau mungkin anda masih bertanya-tanya bagaimana melewati peperangan
anda.
Jika memang anda sedang
mengalami, tidak ada salahnya anda berdiam diri sejenak. Ambil waktu untuk mencari
hadirat Tuhan. Bahkan ada yang bilang, Tuhan lebih dekat dari urat lehermu.
Jadi… kenapa tidak coba mencari? ;)
Semoga anda menemukan tujuan.
Tuhan memberkati.
Astungkara, Kirang Langkung
Ampurayang.
Foto : dari berbagai sumber.
Putu Felisia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar