Menulis Fantasi? Mengapa Tidak?
xD Mantan editor saya pernah mengatakan, kalau batas
kemampuan berpikir pembaca Indonesia itu sempit. Mereka malas mikir, kebiasaan
disuapi. Hingga menyenangi cerita-cerita romance sebagai hiburan. Ayolah, hidup
sudah susah, masa bacaan juga susah? Hahaha…
Ceritanya, dulu Bapak Editor menggunakan contoh gambar
pemandangan anak SD. Ngerti, kan? Dari Sabang Sampai Merauke, kayaknya gambar
pemandangan ya cuma gini: dua gunung dengan matahari di atas. Sawah dan jalan
berlekuk di bawah.
Saya serius, tips utama menulis novel fantasi, ya cukup
berfantasi saja. Nggak usah repot-repot cari Mbah Mukidi (lha Mukidi
dibawa-bawa :p) bawa sajen tumpeng dan kembang lima warna. Hihihi… ini mau
bikin novel fantasi atau kenalan sama tuyul, yak?
Nah, masalahnya, blok pikiran para pembaca dan penulis di
sini kadang memang rada terbelenggu (kasarnya, masih kurang open minded,
menurut saya, lho :D). Ada aturan-aturan dan kesepakatan yang bikin novel
fantasi lokal jadi serba salah. Bikin kebarat-baratan dibilang nggak patriotis,
bikin romance dibully, bikin lokal, nggak ada yang mau beli, bikin mixed legend
dibilangnya legenda oplosan. Hahaha… #pengalaman xD
Dengan aturan tak tertulis dari pembaca fantasi ini, mau
nggak mau penulis jadi malu-malu miaw, kadang malah minder. Mau nulis, takut
dibully duluan. Mau berekspresi, takut salah. Lha wong pembaca fantasi malah
banyak yang lebih pinter nulis fantasi.
Dari pengamatan saya yang sok pinter ini, pembaca fantasi
sini memang sangat teliti. Mereka menginginkan sesuatu yang WOW. Sesuatu yang
bikin mereka merem melek. Seperti karya-karya penulis luar yang langsung
membuat perasaan mereka buncah dan langsung membuat mereka memberikan standing applause.
Nah, masalahnya lagi, nggak jarang para pembaca teliti ini
memiliki harapan setinggi langit dan bintang kepada penulis lokal yang masih
dalam taraf belajar membuat cerita yang setidaknya bisa dijual. Jujur, dilema
banget lho, nulis fantasi. Udah susah cari penerbit, udah terbit pun masih
dicari-cari kesalahannya. Bukannya dikritik dengan solusi tepat dan… sesuai
dengan target marketing (idih baliknya ke marketing lagi, kan? xD)
Saya setuju banget dengan opini Mbak Dyah Rinni waktu
diskusi di grup Komunitas Novel Online Indonesia. Fantasi lokal masih
mencari-cari jati diri. Sebenarnya, ini bisa berarti kebebasan bagi para
penulis untuk berekspresi. Mau buat fantasi yang megah maupun sederhana, itu
terserah anda.
Jadi, selamat berfantasi ^___^
Sumber gambar: http://www.spyderonlines.com/wallpapers/fantasy-world-wallpapers.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar